Kepala Seksi Mapenda

Senin, 25 Juni 2012

Sejarah Penyembahan

Dalam sejarah penyembahan terhadap berhala, suatu kaum tak pernah melakukannya secara langsung, melainkan bertahap. Setan itu memiliki banyak tipu muslihat untuk menggoda manusia. Mereka tak akan secara langsung membuat manusia menyembah selain Allah. Kita mengenal ada Latta, Uzza, Manaat. Di zaman Nabi Nuh as, ada lima berhala: Wadd, Suwa’, Yaguts, Yatuq, Nasr.


1. Latta


Berasal dari kata kerja latta-yaluttu. Dia (Latta) adalah seorang lelaki yang sholeh yang biasa mengadon tepung untuk makana jamaah haji. Ketika dia meninggal, orang-orang membangun rumah di atas kuburannya, dan menutupnya denga tirai. Lama-kelamaan, mereka menyembahnya sebagai berhala.

2. Uzza

Ini adalah pohon dari Sallam di lembah Nakhlah yang terletak antara Mekah dan Thaif. Di sekitarnya terdapat bangunan dan tirai-tirai. Berhala ini juga mempunyai pelayan-pelayan (penjaga). Di pohon ini terdapat setan-setan yang berbicara kepada manusia. Orang-orang bodoh menyangka yang berbicara kepada mereka adalah pohon-pohon atau rumah yang mereka bangun. Padahal yang berbicara adalah setan-setan untuk menyesatkan mereka dari jalan Allah.Uzza milik Quraisy, penduduk Mekah serta suku-suku yang ada di sekitarnya.

3. Manaat

Ini adalah batu besar yang berada tak jauh dari Gunung Qudaid, di antara Mekah dan Madinah. Berhala ini milik suku Khuza’ah, Aus, dan Khazraj. Saat berhaji, mereka berihram di sisinya dan menyembahnya sevagai sekutu Allah. (Syarh Al-Qowa’id Al-Arba’)

Kebanyakan berhala di atas berasal dari batu. Awalnya orang-orang meminta kesembuhan kepada batu itu hingga akhirnya sembuh. Batu itu kemudian dibuat patung dan dijadikan berhala sebagai sesembahan mereka.

Bukankah Ponari didatangi banyak orang karena batu yang dianggap “sakti”? Konon, batu itu didapat Ponari bersamaan dengan datangnya hujan yang diiringi halilintar. Padahal, kata seorang arkeolog Universitas Indonesia, Ali Akbar, batu itu hanyalah perkakas biasa dari zaman Neolitikum. Batu yang dibuat sekitar 4.000 tahun lalu atau 2.000 tahun sebelum masehi itu, memang langka, karena hanya ada dua buah di Pulau Jawa. Tapi, batu itu tak memiliki khasiat yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Dan tentu saja, batu itu juga tak bisa menyembuhkan orang sakit. Kini, jika batu itu dapat menyembuhkan, pasti disebabkan adanya kekuatan lain sebagaimana terjadi pada berhala-berhala lainnya.

Syirik dan Bentuknya.

Lalu, apakah berobat ke Ponari termasuk syirik? Bukankah kita tidak menyembahnya? Untuk menjawab ini, ada baiknya kita mengetahui apa itu syirik dan bentuk-bentuknya.

Syirik adalah mempersekutukan Allah SWT dengan segala sesuatu selain-Nya. Syirik memiliki banyak bentuk, antara lain: 1)Meyakini bahwa ada yang memiliki kekuatan atau dapat memberi manfaat dan madharat selain Allah swt. (QS. 2:102); 2) Mendekatkan diri dengan memuja kepada sesuatu dengan keyakinan bahwa dengan sesuatu itulah ia dapat mendekatkan dirinya kepada Allah swt (QS.39:3); 3) Memohon pertolongan kepada orang mati, ruh, atau jin untuk memudahkan urusannya.(QS. 10:18, 72:6); 7) Mantera dan jampi-jampi. "Sesungguhnya bermantera (ar-ruqa'), jimat (tama'im), dan pekasih/pelet (at-tiwalah) adalah syirik." (HR. Ibnu Majah).

Syirik dibagi dua: 1) Syrik perkataan, ini terjadi jika seseorang secara tegas menyatakan menyekutukan Allah. 2) Syirik perbuatan. Secara lisan, orang tersebut tidak menyatakan menduakan Allah. Tapi, perbuatannya yang justru menyekutukan Allah.

Berpijak dari bentuk-bentuk syirik di atas, tentu saja berobat ke Ponari dan meyakini batu yang dimilikinya bisa menyembuhkan penyakit, termasuk syirik. Mengapa?

Pertama, orang-orang yang mendatangi Ponari telah meyakini adanya kekuatan selain Allah yang bisa menyembuhkan. Mereka meyakini Ponari melalui batunya dapat membuat sembuh penyakit. Padahal, batu itu hanya benda biasa yang sama dengan batu-batuan lainnya. Bedanya: batu tersebut berasal dari zaman prasejarah, sedangkan batu lainnya tidak.

Kedua, orang-orang tersebut telah meminta sesuatu kepada selain Allah. Apakah Ponari seorang dokter? Bukan, ia berbeda dengan dokter. Seorang dokter memiliki ilmu ilmiah untuk menyembuhkan penyakit pasiennya. Misalnya, seseorang sakit disebabkan virus A. Untuk menyembuhkannya, dokter akan mematikan virus A tersebut dengan cara memberikan obat yang mengandung antivirus A. Ada hubungan sebab akibat: virus A vs antivirus A=sembuh.

Berbeda dengan Ponari. Ia hanyalah seorang anak kecil yang masih duduk di bangku SD. Ia tak memiliki ilmu ilmiah untuk menyembuhkan penyakit. Begitu pula batunya, yang tidak memiliki zat yang dapat membuat seseorang sehat. Maka, semestinya, rumusanya adalah: Virus A vs Ponari+batu+air= tidak sembuh.

Jika ternyata, sebuah penyakit yang diakibatkan virus A dapat disembuhkan Ponari dengan batu dan airnya, pasti disebabkan adanya kekuatan lain di luar Ponari, batu dan airnya itu. Kekuatan lain itu mungkin saja jin dan sejenisnya.

Sembuh atau Pahala?

Pernah, seorang wanita datang menemui Rasulullah. “Ya Rasulullah, doakan aku cepat sembuh,” kata si wanita itu. “Bisa,” jawab Rasulullah.Tapi, Rasulullah melanjutkan,” Apakah engkau mau aku berikan pilihan yang lebih baik? Engkau tidak aku doakan. Engkau berobat saja dan insya Allah akan disembuhkan dengan berobat itu, lalu selama engkau bersabar dengan penyakit tersebut maka Allah akan memberimu pahala dan mengampuni dosa-dosamu.”

Si wanita itu lalu berkata,”Ya Rasulullah, kalau begitu tak usah didoakan. Karena pahala lebih berharga dari sekadar sembuh.”

Bagaimana kalau itu ditawarkan kepada kita? Pasti kita memilih untuk disembuhkan.“Cape deh. Yang penting sembuh dulu, pahala urusan belakangan,” kira-kira begitu jawaban kita. Yang penting sembuh dulu; urusan syirik, belakangan. Mengapa wanita itu lebih memilih berobat dulu agar sembuh sendiri? Itu karena ia memiliki aqidah yang benar. Baginya, hidup itu jalan untuk mengumpulkan pahala. Jika kita diberikan kesempatan untuk mendapatkan pahala melalui proses pengobatan, kita harus memilih itu.

Kalau memilih didoakan Rasulullah, kita tak mendapat pahala, meski penyakit kita sembuh. Kesembuhan kita tidak membawa manfaat karena tak mendatangkan pahala. Karenanya, wanita itu tak memilih cara tersebut.

Tapi kebanyakan manusia di zaman sekarang lebih memilih sembuh daripada pahala. Walau, proses penyembuhannya itu dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan agama. Alih-alih berpahala, proses penyembuhannya malah bergelimang dosa. Segala cara dilakukan agar cepat sembuh, termasuk mendatangi Ponari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar